DANCING MOUNTAIN HOUSE. Karya : Budi Pradono. f Anggota Kelompok : Mia Audina (NIM : 1710812320009) Muhammad Farras Adithia (NIM : 1710812110014) Yunita Ambar Sari (NIM : 1710812320018) f KONSEP DESAIN. Menggunakan.
Story highlights Budi Pradono has designed a slanted house the Leaning House of Jakarta Designed to stand out, the house makes a statement about openness Pradono's house is redefining architecture CNN — In every neighborhood there’s always one odd ball. And the upmarket gated community of Pondok Indah, home to Jakarta’s wealthy and well-known, is no exception. In the midst of this collection of neo-classical homes, lies what has been nicknamed the “Leaning House of Built at a dramatic 70-degree angle, it is the rebellious brainchild of architect Budi Pradono. Unlike the Leaning Tower of Pisa, in Italy, which careens by mistake, the Leaning House of Jakarta is listing by design. At first, says Pradono, it was going to slant “a little bit” – “maybe 10, 20 degrees”. “Finally, we found that 70 degrees was the perfect angle. So, we brought something new to this area, something Leaning house is designed to stand out 0259 - Source CNN Pradono intends his beautiful oddity to serve as a rejection of the mock-European status houses in the upmarket neighborhood of the huge Indonesian capital. Designed to stand out, the house also makes a statement about openness – its glass frontage rejecting the closed ethos of the gated community with which it shares a border. Over the past 7 years, property prices in Jakarta – home to 10 million people – have doubled, hitting a lofty $15,000 per square meter. The Leaning House’s proprietor Christina Goux, a modern art gallery owner, bought the land the property now stands on a decade ago for just $500 a square meter – the value has since risen to $4,000 per square meter. When building her home, she gave Pradono an open mandate. “It’s my dream house,” she tells CNN. “If I build another house, it should be like this, Goux says she wants the three-story property to become a haven for visiting artists, exhibitions and small jazz concerts. Pradono is proud of his creation, and its refusal to be classified. “It is important to redefine architecture, redefine the new living space and how people live”, he adds.
esignthinking yang dilakukan oleh Budi Pradono dalam proses desain Hotel U Janevalla. Ragam akulturasi arsitektur lokal dan modern pada bangunan Dancing Mountain House di Salatiga. Ragam transformasi arsitektural bentuk hunian pasca bencana : studi kasus hunian tetap Desa di Pagerjurang dan di Desa Ngibikan

The Jakarta based architectural studio Budi Pradono Architects has designed "dancing hotel - U Janevalla hotel" that located on Aceh Street, Bandung, Indonesia. Project description by the architects Dancing Hotel was built on a site surrounded by commercial buildings and civic center. The 1000 square meter hotel stood right next to Arya Duta Hotel, which had been operating since the 90s. Behind the two hotel was Bandung Indah Plaza shopping mall. As one of the most strategic area in the city, undeniably the site would soon be surrounded by towering building complex. The challenge was to create a design adaptable to the ever-changing cityscape, relevant to both present and future urban lifestyle. image © Budi Pradono Architects Juxtaposing with the single mass typology adopted by most of the buildings on Aceh Street, the Dancing hotel was divided into two masses. A small corridor was formed between the two tower blocks, allowing natural airflow through the building, reducing excessive usage of air-conditioning. image © Budi Pradono Architects As a city, Bandung was known for its historical heritage. Since the colonial era, Bandung had been considered as one of the most important city in Indonesia, both politically and historically. An exodus of European architects, especially from the Netherland and Germany, came following the issue of Bandung replacing Batavia as the capital city of Dutch East Indies. The European architecture influence was implemented in numerous building design, transforming Bandung into an Indisch-styled city. image © Budi Pradono Architects The dilemma in designing the Dancing Hotel was to choose between retaining the Indisch influence, or adapting to modern approaches such as regionalism or minimalism. The architect felt that there was an urgency to create a new style representing the current era while responding to its surrounding context with a critique toward urbanization. Subsequently, a new architectural identity was born. West Java was well known for its traditional Jaipong dance. Its extravagant dance movement was then translated into building mass. In the end, dancing hotel became both a representation and reinterpretation of traditional art form, rather than architectural vocabulary. image © Budi Pradono Architects Every furniture was reduced to its basic function. The wardrobe was simplified into coat hanger while the cupboard was substituted with a shelve, creating a minimalist yet maximized interior space. The concept was also implemented in the usage of exposed materials and interior elements such as the pipeline. Programming was one of the most important aspect in hotel design. An outdoor café was placed right in front of the sidewalk, inviting pedestrian into the hotel. As a programming strategy to evenly distribute the visitors, fitness area, bar, café, and swimming pool was placed on the upper floors. Regarding the room’s volume, a four meter floor to floor height was chosen to give a sense of spaciousness inside the hotel rooms. As a result of widespread construction of hotels and apartments, innovation ceased to existas every space became generic and standardized. Architect Budi Pradono Architects Location Aceh Street, Bandung, Indonesia

BudiPradono was born in Salatiga in 1970, studied architecture at Duta Wacana Christian University, Yogyakarta, and completed his bachelor’s degree in 1995. Then, in 2003, he continued his study in Berlage Institute Postgraduate Laboratory of
Melalui proyek residensi Dancing Mountain House atau P House, arsitek kenamaan Indonesia Budi Pradono BPA-Budi Pradono Architects merefleksikan sensasi kebaikan hidup yang memeluk alam sekitar. Kreasi unik dari P House ini berhasil meraih penghargaan prestisius dari AAA Arcasia Award for Architecture 2016. Bertempat di Hongkong Convention and Exhibition Centre, Wanchai, Hongkong pada 29 September 2016, penghargaan diberikan kepada Budi untuk kriteria proyek residensi. Arcasia sendiri merupakan Dewan Arsitek Regional Asia, yaitu institusi yang dibentuk oleh 19 organisasi arsitek se-Asia, dari Tiongkok sampai Pakistan. Indonesia menjadi anggota tetapnya, diwakili oleh IAI Ikatan Arsitek Indonesia. Salah satu misi dari Arcasia dalam memberikan penghargaan adalah mempromosikan peran arsitektur di masyarakat, dan ini sesuai dengan spirit yang dihembuskan oleh Dancing Mountain House. Rumah keluarga yang terletak di Salatiga, Jawa Tengah ini selesai dibangun pada tahun 2014 dengan bantuan komunitas penduduk desa setempat. “Saya memilih untuk menggunakan metode merancang yang sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat,” ujar Budi Pradono. Ia menambahkan, “Konstruksinya berbahan dasar bambu dengan atap rumah yang “meminjam” bentuk-bentuk puncak gunung yang mengelilingi kota dan pedesaan Salatiga, yakni Merapi, Telomoyo, Tidar, dan Andong.” Spirit tradisional dari para tukang otodidak yang terbiasa membangun rumah-rumah desa bertautan dengan pengetahuan arsitektural yang mumpuni dari seorang Budi Pradono. Hasilnya adalah perpaduan menawan antara material tradisional seperti bambu dan batu kali dengan sentuhan desain modern yang berlumur sofistikasi. Ruang-ruang rumah dibuat tidak bersekat borderless home dengan area sentral berupa ruang keluarga yang sekaligus juga menjadi ruang makan utama. Material-material di rumah lama yang ditransformasikan ke rumah baru, yang senantiasa menyuplai memori sarat intimasi dan romantika. Budi mendedikasikan rumah ini untuk almarhum ayahnya yang seorang pendidik dan pengajar di sebuah universitas lokal di Salatiga. Selain membangun ingatan kolektif bagi keluarga besarnya, Budi juga menggagas perpustakaan kecil untuk umum peninggalan ayahnya di kompleks rumah tersebut, yang bisa diakses oleh masyarakat setempat. Ruang-ruang rumah dibuat tidak bersekat borderless home dengan area sentral berupa ruang keluarga yang sekaligus juga menjadi ruang makan utama. Material-material di rumah lama yang ditransformasikan ke rumah baru, yang senantiasa menyuplai memori sarat intimasi dan romantika.

BudiPradono Architects' bamboo house mimics local buildings. Various activities you can do here like cycling while enjoying the cool mountain air Lembang, camping and other outdoor activities. Bamboo hamlet is located in the village of Kampung Cijanggel Kertawangi, District Cisarua, West Bandung.

Tidak heran jika rumah karya arsitek handal akan mengagumkan dengan hasil yang penuh perhitungan. Tentu saja, rumah yang dirancang oleh para arsitek akan berbeda dengan rumah yang dirancang oleh orang rumahan. Rumah yang dirancang tersebut tidak serta merta menghasilkan bentuk sebuah rumah, namun lebih dari itu. Seperti halnya konsep yang jelas, desain rumah yang luar biasa serta tampilan rumah yang memukau. Desain rumah yang ditangani oleh para arsitek tentu tidak akan sia-sia. Hal ini terbukti dari banyaknya rumah hasil rancangan arsitek handal yang sangat menarik perhatian banyak orang. Tentu, rumah yang dirancang oleh para arsitek akan sedikitnya dijadikan sebagai inspirasi bagi banyak orang, terutama calon pemilik rumah. Seperti salah satu rumah rancangan aristek terkenal dimana beliau telah merancang desain rumah yang berbeda dari yang lain. Rumah ini dikenal dengan sebutan P House atau Dancing Moutain House. Untuk lebih mengetahui bagaimana hasil rancangan rumah tersebut? Yuk kita simak penjelasan kami di bawah ini! Dancing Mountain House atau yang sering disebut dengan P House ini yakni karya Budi Pradono Architects BPA. Beliau telah berhasil mendapatkan penghargaan sebagai proyek residensial terbaik seantero Asia dalam Arcasia Architecture Awards AAA tahun 2016. Perlu Anda ketahui bahwa Arcasia yakni sebuah Dewan Arsitek Regional Asia yang dibentuk oleh 19 organisasi arsitek se-Asia. Untuk institusi ini, Indonesia tentunya diwakili oleh Ikatan Arsitektur Indonesia IAI yang juga sebagai anggotanya. Rumah dengan konsep rumah yang luar biasa ini dirancang dengan menyisipkan rumah dengan perpustakaan untuk berbagi pengetahuan kepada penduduk setempat. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat Dancing Mountain House ini berasal dari rumah-rumah tua dengan memaksimalkan penggunaan bahan-bahan lokal yang tersedia di daerah sekitarnya seperti bambu, tanah liat, batu, dan batu bata. Rumah ini juga dibangun oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi. Yang membedakan P House dengan rumah lainnya dimana P House ini menggunakan teknologi asli yang digunakan oleh masyarakat yang ahli dalam sistem struktur bambu dan juga kerajinan batu lokal. Proyek ini setidaknya bertujuan untuk menonjolkan rumah-rumah Desa Jaw. Dimana dengan menambahkan bentuk pegunungan di beberapa ruang sebagai sebuah interpretasi pegunungan di sekitarnya. Atap di dalam rumah ini dibuat terbuka yang sekaligus berfungsi sebagai cahaya langit guna mendapatkan cahaya alami sebanyak mungkin ke dalam rumah tersebut. Secara umum, material bahan yang digunakan untuk membuat rumah ini yakni dari bambu sebagai bahan struktur utama yang mudah ditemukan di sekitar proyek bangunan rumah tersebut. Jika dilihat dari desain rumah tersebut, maka Dancing Mountain House atau P House termasuk ke dalam jenis rumah unik. Ingin tahu seperti apa keunikan dari P House ini? Yuk kita simak dibawah ini! Dancing Mountain House Sebagai Rumah Bertajuk Tradisional Dancing Mountain House yang dirancang oleh Budi Pradono ini memang lebih mengedepankan sisi tradisional. Dapat dilihat di lingkungan tersebut tentunya hampir semua pohon besar yang ada di lingkungan tersebut dipertahankan. Hal ini untuk menonjolkan rumah tersebut bertajuk alam. Di tengah taman tersebut dapat Anda temukan sebuah pohon pule’. Pohon ini diketahui menjadi salah satu pohon yang digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tidak heran jika pohon yang satu ini sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Dancing Mountain House Dibuat Untuk Perpustakaan Terbuka Pemilik rumah P House yang dirancang oleh Budi Pradono ini merupakan seorang pensiunan dosen yang ingin berbagi koleksi buku ekonomi dan sains kepada masyarakat sekitar. Mereka menghargai struktur bambu yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat saat ini. Pada awalnya rumah ini dibuat sebagai sebuah hunian untuk anaknya, akan tetapi karena tinggal diluar kota, maka dibuatkan rumah ini sebagai sebuah perpustakaan kolektif untuk berbagi ilmu. Perpustakaan atau ruang belajar dibuat dengan geometri lain yakni bentuk oval yang berdiri terpisah sebagai paviliun. Diharapkan dengan adanya bangunan ini, maka masyarakat sekitar dapat memanfaatkan keberadaan buku-buku di perpustakaan dengan sebaik-baiknya. Dikarenakan pada awalnya akan digunakan sebagai sebuah hunian, maka ruang tidur dioperasikan secara mandiri dan tetap tertutup. Sedangkan untuk semua area publik benar-benar terbuka dan menghadap ke arah taman dan juga hutan tropis di depannya. Dancing Mountain House Dirancang Dengan Konsep Rumah Pedesaan Karena proyek ini berada di daerah terpencil pinggiran kota kecil, proyek ini menggunakan sinar matahari sebagai cahaya alami di siang hari dan menggunakan pemanas air matahari untuk mandi. Saat musim hujan, maka air hujan dikumpulkan yang akan digunakan selama musim kemarau. Sedangkan untuk depan rumah tersebut menghadap sebuah taman sehingga memungkinkan dalam jumlah paling banyak mendapati cahaya. Karakter proyek ini menunjukkan interpretasi kontemporer tentang bentuk rumah desa sederhana. Karakter struktur bambu dominan tentu cukup signifikan. Penggunaan bambu sebagai bahan atap tentu sebagai bahan material yang baru dan dibangun disana. Sedangkan dari kejauhan bangunan-bangunan tersebut tampak seperti rumah-rumah di pedesaan. Lokasi dan Kondisi Dancing Mountain House Dancing Moutain House atau P House ini terletak di ketinggian 2000 m di atas permukaan laut dan terletak di punggung Gunung Merbabu yang dikelilingi oleh beberapa gunung lain seperti Gunung Merapi dan Gunung Telomoyo. Daerah ini cukup dingin dengan suhu rata-rata sekitar 17-22 ° C. Secara konseptual proyek ini mencoba untuk menonjolkan kenangan masa kecil keluarga dengan keterbukaan dengan berbagi ruang. Kamar mandi utama adalah ruang sosial di mana masih bisa berinteraksi dengan ruangan lainnya Sedangkan ruangan lain dihubungkan oleh ruangan inti seperti dapur, lounge, pantry, ruang makan dan ruang keluarga sehingga semuanya benar-benar terbuka. Secara teknis, proyek ini memberikan contoh penggunaan bambu dengan menggunakan teknik lama dan juga teknologi baru untuk masyarakat sekitarnya. Dari sudut pandang ekonomi dan sosial, proyek ini dibangun dengan menonjolkan aspek ekonomi dan juga budaya di daerah sekitarnya. Dancing Mountain House Dibuat Dengan Material Alami Kesederhanaan dari rumah ini tentunya merupakan tema kedua yang ditonjolkan oleh proyek ini. Material bahan yang digunakan untuk membangun rumah ini yakni seperti batu bata, bambu, dan batu dengan cara lain. Pintu-pintu yang digunakan di setiap ruangan adalah pintu daur ulang dari rumah tua, tentu hal ini sebuah strategi penggunaan bahan daur ulang. Bahan – bahan yang digunakan diantaranya • Infill bata merah dan batu • Fasad batu, bata, kaca • Lantai beton ekspos, pecahan bambu kamar tidur dan batu andesit kamar mandi • Langit – langit pecahan bambu dan kertas insulasi • Lainnya profil baja dan kaca Demikianlah beberapa keunikan dari Dancing Mountain House atau P House yang ternyata wajib untuk Anda ketahui. Semoga bermanfaat! KaryaBudi Pradono yang terkenal lainnya adalah P House atau “Dancing Mountain House” di Desa Tetep Wates Argomulyo, Salatiga, Jawa Tengah. Karya ini mendapat penghargaan sebagai proyek residensial terbaik seantero Asia dalam Arcasia Architecture Awards (AAA) 2016.
Road ClosuresMaster Restrictions and CC&RsNon-Standard Vehicle PermitsActivities & Facility Rentals-Community EventsEvent CalendarActivities and ClassesFacility RentalsCommunity MeetingsNeighborhood WatchMountain House LibrarySchoolsPress ReleasesPublic Safety - SheriffPublic Safety - FireUtilitiesGarbage and RecyclingWater ConservationAnimal ControlElection and Voter InformationPost OfficeTransportation Services & Regional AgenciesAdopt-a-Road ProgramStormwaterPesticide+Information for ResidentsInformation for BusinessesLearn More Residents » Activities & Facility Rentals View all Events, Activities, Classes, and Meetings on our Events Calendar. Music in the Park Saturdays, 500 pm - 800 pm Central Community Park Saturday, May 20th Saturday, June 17th **200 - 800 Saturday, July 15th **600 - 900 Saturday, August 19th **600 - 900 Saturday, September 17th The community is invited to bring their picnic dinners and their dancing shoes to this community favorite annual event, the third Saturday of the month, May through September. All the events feature delicious food and drinks and shopping with local artisans. If you are a vendor and would like to participate in our event please fill out the Food Vendor Form and or the Event Vendor Form. Music in the Park Celebrates Juneteenth Saturday, June 17th 200pm-800pm Celerate Juneteenth at the Music in the Park. Celebrate the Emancipation of African-Americans with family friends and neighbors at this multicultural , fun and interactive community event. The celebration will feature local food vendors and artisans, live music, DJ music and linedancing, and history on Juneteenth. The day's festivities conclude with a performance from Groove Ride. Families are encouraged to attend. Community Events are a great way to meet new neighbors, spend time with your family or catch up with your friends. Mountain House offers many events throughout the year for everyone to enjoy. Independence Day Celebration Tuesday, July 4th Central Parkway Kick off the Nations Independence day with our Annual Parade along Central Parkway. The parade begins on Central Parkway and Main Street goes along Central Parkway to Heritage and then turns at Heritage and goes back down Central Parkway to end at Main Street where the fun is just getting started. If you are a vendor and would like to participate in our event please fill out theFood Vendor Form and or the Event Vendor Form. If you would like to participate in the parade, 2023 Parade Entry Form are now open. Don't forget to read the 2023 Parade Regulations for more details.
Meijie Mountain Spa Huisjes. Cerca De Bambu. Jardins. Casa Stark. Dancing Mountain House Salatiga by Budi Pradono Architects. Móveis De Bambu. Projetos De Pvc. Construção De Uma Casa. Tiny House. Bamboo Micro Houses Proposal - AFFECT-T - Micro House - Alternating Tread Staircase - Humble Homes. Horta. Jardinagem. Jardim De Bambus *BRB applying for a housing loan* Andry Trysandy Mahany 29 June 2017 1122 Dancing Mountain House is currently known as one of the best settlements in Asia. The residence has also gained an award as the Asian’s best residential project. It was designed by Budi Pradono, an architect who designed Bawen-Salatiga toll road which has been claimed as the most beautiful toll road in the world for its wonderful view. Now, let’s take a look at some facts and pictures of the project. 1. Dancing Mountain House by Budi Pradono was awarded as the best residency in Asia in Arcasia Architecture Awards AAA 2016. 2. Arcasia is Council of Asian Regional Architects, formed by 19 architecture organization in Asia. 3. Arcasia regularly holds architecture congress and awards excellent architects. 4. Dancing Mountain House became the best after putting the role of architecture among the society in its concept and combining modernization with traditions. 5. The residential project was finished in 2014 yet it became a trend again as Salatiga toll road raised its popularity lately. 6. Since Dancing Mountain House does not have blocking, it enables it to create a kinship nuance. WHAT DO YOU THINK? HONGKONG P House atau "Dancing Mountain House" karya Budi Pradono Architects (BPA) berhasil meraih penghargaan sebagai proyek residensial terbaik seantero Asia dalam Arcasia Architecture Awards (AAA) 2016. Arcasia merupakan Dewan Arsitek Regional Asia yang dibentuk oleh 19 organisasi arsitek se-Asia mulai dari China
A cultura house surgiu primeiramente com a música house. No início dos anos 80 quando os DJ’s de Chicago Estados Unidos começaram a mixar músicas da Disco em programas de bateria eletrônica. Uma danceteria chamada Warehouse onde surgiram esses DJ’s deu origem ao nome do estilo de música. No final dos anos 80 as pessoas começaram a se mover de uma maneira diferente ao som daquela batida. Esse movimento corporal ficou conhecido como Jacking. Os Clubs de Chicago e Nova Iorque desenvolveram essa cultura. A dança House não teve apenas um criador, pois foi de certa forma uma dança coletiva. Porém há nomes muito importantes que deram uma grande contribuição para esse estilo como Brian Green e Space Capitol. Características do House Dance Jacking a origem da dança house está nesse passo, pois marca o ritmo e dá a essência dessa dança. Os passos são executados no Up Tempo contra tempo, dentro da batida típica do house e sempre usa o HiHat chimbal como guia rítmico. O House tem uma grande influência da Salsa e do Tap sapateado americano. Nos anos 90 muitos movimentos de chão foram introduzidos e uma grande influência da Capoeira está presente hoje em dia nesse estilo de dança. Obs Todo conteúdo foi retirado de sites e estão sujeitos a correções.
.
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/79
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/108
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/273
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/156
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/397
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/238
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/215
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/301
  • 1b7i5zlat9.pages.dev/215
  • dancing mountain house budi pradono